Thursday, 4 February 2010

Travel Story | Cerita Perjalanan Seorang Backpacker

Ada dua buku baru tentang traveling yang terbit!

Kedua penulisnya adalah backpacker handal Indonesia dan terkenal sebagai travel writer, sehingga mutu tulisannya sudah terjamin.

(1) "Selimut Debu", oleh Agustinus Wibowo
Agustinus Wibowo adalah kontributor tetap artikel Jalan-Jalan di Kompas, saat berusia duapuluhan ia memutuskan untuk berkeliling Asia Tengah seorang diri. Jujur saya belum baca buku ini, tapi saya suka membaca cerita perjalanannya di Kompas dan terinspirasi untuk memulai cerita jalan-jalan saya sendiri di usia dini (hehe~!).

Berikut ini adalah cover story buku "Selimut Debu":
published : January 2010 by PT Gramedia Pustaka Utama
details : Paperback, 468 pages
isbn13 : 9789792252859
Pada tahun 2006, Agustinus mulai melintasi perbatasan antar negara menuju Afghanistan, dan selama dua tahun ia menetap di Kabul sebagai fotografer jurnalis---catatannya di buku ini adalah hasil perenungan yang memakan waktu tak singkat.

Selimut Debu akan membawa Anda berkeliling "negeri mimpi"---yang biasa dihadirkan lewat gambaran reruntuhan, korban ranjau, atau anak jalanan mengemis di jalan umum---sambil menapaki jejak kaki Agustinus yang telah lama hilang ditiup angin gurun, namun tetap membekas dalam memori. Anda akan sibuk naik-turun truk, mendaki gunung dan menuruni lembah, meminum teh dengan cara Persia, mencari sisa-sisa kejayaan negara yang habis dikikis oleh perang dan perebutan kekuasaan, sekaligus menyingkap cadar hitam yang menyelubungi kecantikan "Tanah Bangsa Afghan" dan onggokan debu yang menyelimuti bumi mereka. Bulir demi bulir debu akan membuka mata Anda pada prosesi kehidupan di tanah magis yang berabad-abad ditelantarkan, dijajah, dilupakan---sampai akhirnya ditemukan kembali.

"As a backpacker, Agustinus has taken several routes in his journey which other travelers would have most likely avoided."
---The Jakarta Post

"Agustinus tak ingin hanya menjadi penonton isi dunia. Ia mau terlibat sepenuhnya dalam perjalanan itu. Ia tak sekadar melihat pemandangan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga mengenal budaya dan berinteraksi dengan masyarakat setempat."
---Kompas

(2) "The Naked Traveler 2", oleh Trinity
Trinity adalah salah satu pelopor penulis buku catatan perjalanan backpacker Indonesia. Ini adalah bukunya yang kedua setelah "The Naked Traveler" yang berawal dari blognya (yang sempat di-banned karena mengandung unsur kata "naked", padahal cerita-ceritanyanya tidak ada vulgar-vulgarnya). Kisah perjalanannya ia paparkan dengan ringan dan jujur, sehingga banyak backpacker-backpacker baru yang muncul karena terinspirasi oleh ceritanya.

Berikut ini adalah cover story buku "The Naked Traveler 2":
published : January 2010 by B First
details : Paperback
Selama ini, tulisan perjalanan di media kebanyakan isinya tentang yang indah-indah saja. Seperti brosur yang menggunakan kalimat yang berbunga-bunga dan foto-foto hasil rekayasa digital agar pembaca tergerak untuk mengunjungi suatu tempat. Padahal traveling tidak selalu enak dan nyaman. Suatu tempat tidak selalu indah dan bagus. Kenangan perjalanan yang paling Trinity ingat pun bukanlah tentang keindahan arsitektur suatu bangunan atau putihnya pasir pantai, tapi pesawat yang delay atau orang lokal yang tidak ramah. Pengalaman (yang sering tidak terduga) saat melakukan perjalanan adalah jauh lebih berwarna. Seperti kata pepatah: it’s not the destination, but the journey.

Like climbing to the top of the hill to gaze down on the view I love to get a different picture, a different perspective, looking at the world through someone else’s eyes always adds another flavour to our travels. I fell in love with Indonesia on my first trip through South-East Asia way back in 1972 and now I can get a glimpse of the world through Trinity’s Indonesian eyes. I may have been to many of these places before, but The Naked Traveler takes me there by a whole new route.
-- Tony Wheeler, pendiri Lonely Planet, penerbitan buku perjalanan terbesar di dunia

Seorang penulis – seperti juga seorang jurufoto – haruslah terlebih dulu seorang pengamat yang baik. Seorang yang memiliki kamera, bisa saja menjepret seribu foto ketika baru tiba di sebuah tempat yang baru dikunjunginya. Tetapi, mungkin hanya ada satu-dua foto saja yang benar-benar unik dan menarik. Seorang pengelana harus mampu menyeleksi semua pengalaman baru yang diserapnya, dan kemudian menuliskannya secara menarik. Perucha berhasil sekaligus menjadi pengamat dan penulis yang baik. Saya menikmati tulisan-tulisannya tentang kunjungan ke berbagai tempat.
-- Bondan Winarno, penulis, wartawan, dan pendiri komunitas wisata boga Jalansutra
Happy reading! :)
Related Posts with Thumbnails

Rekomendasi Kami